Blogger templates

Tampilkan postingan dengan label news. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label news. Tampilkan semua postingan

Rabu, 21 September 2011

Hidup di Belahan Bumi Utara, Volume Otak Manusia Makin Besar

0

Orang-orang yang tinggal di belahan bumi bagian utara memiliki ukuran otak yang lebih besar. Demikian dilansir The Sun, Rabu (27/7/2011).
Namun, bukan berarti bahwa jika otak mereka lebih besar tidak berarti mereka lebih pintar dari orang-orang yang tinggal di belaha bumi bagian selatan. Alasan mengapa otak mereka besar karena mereka hidup di wilayah yang jarang terkena cahaya matahari.
Akibatnya otak manusia yang tinggal di belahan bumi utara pun mengalami evolusi dengan ukuran mata yang lebih besar karena mereka harus berusaha menyesuaikan cahaya di belahan bumi utara.
Eiluned Pearce, dari Oxford University's School of Anthropology, memberikan penjelasan. "Saat pindah menjauh dari ekuator maka cahaya makin sedikit cahaya yang tersedia sehingga membuat manusia harus berevolusi dengan mata dan otak yang lebih besar.
"Otak mereka akhirnya harus mengatasi masalah itu dengan memberikan ekstra visual input," kata Pearce. Ia melakukan penelitian dengan mengukur soket mata dan kapasitas otak dari 55 otak manusia purba dari seluruh dunia.
"Memiliki otak yang volumenya besar bukan berarti membuat manusia lebih pintar," katanya. Hasil penelitian ini kemudian dipublikasikan di jurnal Royal Society journal Biology Letters. Satu dari isi penemuan itu menyebutkan bahwa manusia paling awal harus beradaptasi ke cahaya lebih rendah saat mereka pindah dari Afrika.
Otak dari manusia purba asal Inggris berukuran 26 mililiter dan hampir mendekati manusia dari kawasan Skandinavia yang memiliki ukuran otak paling besar. Sementara, manusia yang tinggal di dekat ekuator memiliki kapasitas otak mencapai 22 mililiter.
Sumber : http://bangka.tribunnews.com/

Read more

Jumat, 02 September 2011

Prediksi Pertandingan Indonesia vs Iran

0

Prediksi Pertandingan Pra Piala Dunia Indonesia vs Iran dilangsungkan di Teheran, Iran. Jadwal Indonesia vs Iran besok tanggal 2 September 2011. Prediksi Skor Pertandingan Iran vs Indonesia untuk mencicipi kerasnya Piala Dunia 2014 di Brazil. Pelatih timnas Iran tim asuhan Carlos Queiroz, setelah persiapan kemarin melawani Yordania, Indonesia menyerah 1-0. Iran vs Indonesia Kemenangan sangat berarti bagi timnas indonesia selain untuk membangkitkan kepercayaan diri pemain, tambahan 3 point akan meringankan beban indonesia di pertandingan beriktunya setelah Iran. Prediksi Iran vs Indonesia lebih memihak kepada iran dari segi permainan dan kualitas pemain.

Prediksi Indonesia vs Iran adalah salah satu kekuatan sepakbola di Timur Tengah. Lalu, Jika dilihat dari keseluruhan, Iran lebih unggul dari timnas Indonesia. Iran sudah beberapa kali ikut Piala Dunia pada tahun 1978, 1998 dan 2006 dan beberapa pemainnya ikut kompetisi di beberapa klub Eropa. Bahkan Iran memiliki prestasi 3 kali menjadi juara Asia pada tahun 1968, 1972 dan 1976.

Pertemuan pertama terjadi di Asian Games 1966, tepatnya 15 Desember 1996. Saat itu Indonesia kalah 1-0 di laga Grup 2. Pertemuan selanjutnya berlangsung di Asian Games 1970. Saat itu tim Merah Putih sukses menahan imbang Iran 2-2. Pertemuan terakhir kedua negara terjadi di Kualifikasi Piala Asia 1984 Grup 1, dan Indonesia kembali menelan kekalahan 1-0 dari Iran.

Dalam keadaan lawan yang seperti ini, Indonesia tak akan gentar dalam melakoni laga tersebut. Sebab biasanya timnas Indonesia lebih berkembang kalau berhadapan dengan tim asal Timur Tengah, semacam Iran. Jadi beberapa pengalaman dan prestasi yang dimiliki Iran, tak akan membuat nyali pemain timnas Indonesia menjadi ciut. Namun tim besutan pelatih asal Belanda, Wim Rijsbergen perlu menghindari permainan bola “long passing”, berharap bisa memperagakan permainan bola-bola pendek yang cepat, disiplin dan harus berani menekan dalam bermain.

Jadi saya pikir timnas Indonesia bisa menggapai hasil maksimal, paling tidak bisa menahan imbang di Teheran. Hasil itu bisa kita raih, asalkan mental, kepercayaan diri dan motivasi pemain tetap tinggi, seperti bermain di Indonesia.

Head to Head Indonesia vs Iran : 
Indonesia vs Iran, 1966: Asian Games: Indonesia 0:1 Iran
Indonesia vs Iran, 1970: Asian Games: Indonesia 2:2 Iran
Indonesia vs Iran, 1984: Pra Piala Asia: Indonesia 0:1 Iran
Indonesia vs Iran, 2009: Friendly Match: Indonesia U23 0:5 Iran
Indonesia vs Iran, 2009: Friendly Match: Indonesia U23 1:2

Susunan Pemain Indonesia vs Iran 

Pemain Iran : Seyed Rahmati, Khosro Heydari, Seyed Hosseini, Hadi Aghili, Ali Karimi, Mohammad Khalatbari, Karim Ansari Fard, Ghasem Haddadifar, Hadi Norouzi, Mazyar Zare, Mehrdad Pooladi 

Pemain Indonesia : Markus Horizon, Ferry Rotinsulu, M. Roby, Hamka Hamzah, M. Nasuha, Zulkifly Syukur, Benny Wahyudi, Supardi, M. Ridwan, Wahyu Wiji Asnanto, Ambrizal, M. Ilham, Arif Suyono, Tony Sucipto, Eka Ramdani, Oktovianus Maniani, Firman Utina, Hariono, Irfan Bachdim, Cristian Gonzales, Bambang Pamungkas.

Prediksi Indonesia vs Iran tidak akan semudah seperti kemarin melawan Palestina yang dengan mudah dimenangkan oleh Tim Garuda dengan skor telak 4-1. Kemungkinan Prediksi Skor Pertandingan Indonesia vs Iran Timnas Indonesia seperti biasa akan kalah lagi mengingat belum padunya permainan. Prediksi Pertandingan Indonesia vs Iran Laga Pra Piala dunia akan Disiarkan Live oleh SCTV tanggal 2 September 2011 Pukul 22.00.
 
  Prediksi Skor Pertandingan Indonesia vs Iran = 1 – 3

  Semoga Lebih Baik! Go Indonesia!

 

 

Read more

Kamis, 01 September 2011

College Football Has Full Line-Up At CBS Sports

0

CBS Sports Network kicks off its ninth season of live college football coverage on Thursday, Sept. 1 (8:00 PM, ET) as the University of Massachusetts takes on Holy Cross. Play-by-play announcer James Bates and analyst Aaron Taylor call the game, with Brooke Collins reporting from the sidelines.

The network provides live, pre- and post-game coverage beginning with Inside College Football (7:00-8:00 PM, ET). Adam Zucker anchors and is joined by analysts Brian Jones and Rich Rodriguez.

On Saturday, Sept. 3 (3:30 PM, ET), the network’s coverage of Service Academy football kicks off with Delaware at Navy from Navy-Marine Corps Memorial Stadium. Tim Brant and analyst Randy Cross announce, along with Kaylee Hartung reporting. Inside College Football airs live, pre- and post-game, featuring Zucker and Jones.

College football coverage airs every day this fall on CBS Sports Network highlighted by The Tim Brando Show, which debuts Thursday, Sept. 1 (10:00 AM, ET). The three-hour live weekday show covers the world of sports with a focus on college athletics, featuring an array of compelling guests, topics and commentary.

Full schedule follows (ET, subject to change):
 

visit this site

Read more

Selasa, 30 Agustus 2011

Cara Menentukan Awal Bulan Ramadhan dan Syawal

0

semalem ane liat di TV bahwa 1 syawal jatuh pada tanggal 31 Agustus, pasti banyak yg bingung kan gmn mereka bisa menentukan kapan hilal (bulanan baru) muncul,,
sebenarnya kali ini ane mau posting Cara Menentukan Awal Bulan Ramadhan dan Syawal dan sekaligus Hadist-hadist yang bersangkutan,, baca dulu baru tau ... :D

1. Cara menentukan Ibadah Puasa dan Iedul Fithri

Awal puasa ditentukan dengan tiga perkara yaitu:

1. Ru’yah hilal (melihat bulan sabit).

2. Persaksian atau kabar tentang ru’yah hilal.

3. Menyempurnakan bilangan hari bulan Sya’ban.


Tiga hal ini diambil dari hadits-hadits dibawah ini :

1. Hadits dari Abi Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata :

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah karena melihatnya (hilal bulan Syawal). Jika kalian terhalang awan, maka sempurnakanlah Sya’ban tiga puluh hari.” (HSR. Bukhari 4/106, dan Muslim 1081)

2. Hadits dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma :

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari kecuali seseorang diantara kalian yang biasa berpuasa padanya. Dan janganlah kalian berpuasa sampai melihatnya (hilal Syawal). Jika ia (hilal) terhalang awan, maka sempurnakanlah bilangan tiga puluh hari kemudian berbukalah (Iedul Fithri) dan satu bulan itu 29 hari.” (HR. Abu Dawud 2327, An-Nasa’I 1/302, At-Tirmidzi 1/133, Al-Hakim 1/425, dan di Shahih kan sanadnya oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi)

3. Hadits dari ‘Adi bin Hatim radhiallahu ‘anhu :

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Apabila datang bulan Ramadhan, maka berpuasalah 30 hari kecuali sebelum itu kalian melihat hilal.” (HR. At-Thahawi dalam Musykilul Atsar 105, Ahmad 4/377, Ath-Thabrani dalam Ak-Kabir 17/171 dan lain-lain)

4. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :

Puasalah karena melihatnya (hilal) dan berbukalah karena melihatnya. Jika awan menghalangi kalian sempurnakanlah tiga puluh hari. Jika dua orang saksi mempersaksikan (ru’yah hilal) maka berpuasalah dan berbukalah kalian karenanya.” (HR. An-Nasa’I 4/132, Ahmad 4/321, Ad-Daruquthni, 2/167, dari Abdurrahman bin Zaid bin Al-Khattab dari sahabat-sahabat Rasulullah, sanadnya Hasan. Demikian keterangan Syaikh Salim Al-Hilali serta Syaikh Ali Hasan. Lihat Shifatus Shaum Nabi, hal. 29)

Hadits-hadits semisal itu diantaranya dari Aisyah, Ibnu Umar, Thalhah bin Ali, Jabir bin Abdillah, Hudzaifah dan lain-lain Radliallahu ‘anhum. Syaikh Al-Albani membawakan riwayat-riwayat mereka serta takhtrij-nya dalam Irwa’ul Ghalil hadits ke 109.

Isi dan makna hadits-hadits diatas menunjukkan bahwa awal bulan puasa dan Iedul Fithri ditetapkan dengan tiga perkara diatas. Tentang persaksian atau kabar dari seseorang berdalil dengan hadits yang keempat dengan syarat pembawa berita adalah orang Islam yang adil, sebagaimana tertera dalam riwayat Ahmad dan Daraquthni. Sama saja saksinya dua atau satu sebagaimana telah dinyatakan oleh Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma ketika beliau berkata :

Manusia sedang melihat-lihat (munculnya) hilal. Aku beritahukan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa aku melihatnya. Maka beliau berpuasa dan memerintahkan manusia untuk berpuasa.” (HR. Abu Dawud 2342, Ad-Darimi 2/4, Ibnu Hibban 871, Al-Hakim 1/423 dan Al-Baihaqi, sanadnya Shahih sebagaimana diterangkan oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam At-Talkhisul Kabir 2/187)

Catatan dari hadits-hadits diatas (oleh saya/uli):
1. Penentuan hilal yang disyari’atkan dalam agama ini cukup melihat bulan dengan mata telanjang.

2. Menentukan awal masuknya bulan dengan metode hisab dibantu dengan ilmu astronomi tidak disyari’atkan dalam agama ini (bid’ah), perhatikan hadits-hadits seputar penentuan hilal diatas.

3. Allah menjadikan mudah agama ini, maka tidak perlu kita mempersulit diri.

2. Perbedaan Mathla’ (Tempat Muncul Hilal) dan Perselisihan Tentangnya

Hadits-hadits diatas menerangkan dengan jelas bahwa dalam mengetahui masuk dan berakhirnya bulan puasa adalah dengan ru’yah hilal, bukan dengan hisab. Dan konteks kalimatnya kepada semua kaum muslimin bukan hanya kepada satu negeri atau kampung tertentu. Maka, bagaimana cara mengkompromikan hadits-hadits diatas dengan hadits Kuraib atau hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhum yang berbunyi :

Kuraib mengabarkan bahwa Ummu Fadll bintul Harits mengutusnya kepada Muawiyyah di Syam. Kuraib berkata : “Aku sampai di Syam kemudian aku memenuhi keperluannya dan diumumkan tentang hilal Ramadhan, sedangkan aku masih berada di Syam. Kami melihat hilal pada malam Jum’at. Kemudian aku tiba di Madinah pada akhir bulan. Maka Ibnu Abbas bertanya kepadaku – kemudian dia sebutkan tentang hilal — : ‘kapan kamu melihat Hilal?’ Akupun menjawab : ‘Aku melihatnya pada malam Jum’at. Beliau bertanya lagi : ‘Engkau melihatnya pada malam Jum’at ?’ Aku menjawab :’Ya, orang-orang melihatnya dan merekapun berpuasa, begitu pula Muawiyyah.’ Dia berkata : ‘Kami melihatnya pada malam Sabtu, kami akan berpuasa menyempurnakan tiga puluh hari atau kami melihatnya (hilal).’Aku bertanya : ‘Tidakkah cukup bagimu ruyah dan puasa Muawiyyah ?’ Beliau menjawab : ‘Tidak! Begitulah Rasulullah memerintahkan kami.’” (HR. Muslim 1087, At-Tirmidzi 647 dan Abu Dawud 1021. Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi di Shahih kan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi 1/213)

Dalam hadits Kuraib diatas dan hadits-hadits sebelumnya para ulama berselisih pendapat. Perselisihan ini disebutkan dalam Fathul Bari Juz. 4 hal. 147. Ibnu Hajar berkata : “Para Ulama berbeda pendapat tentang hal ini atas beberapa pendapat :

Pendapat Pertama :
Setiap negeri mempunyai ru’yah atau mathla’. Dalilnya dengan hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma dalam Shahih Muslim. Ibnul Mundzir menceritakan hal ini dari Ikrimah, Al-Qasim Salim dan Ishak, At-Tirmidzi mengatakan bahwa keterangan dari ahli ilmu dan tidak menyatakan hal ini kecuali beliau. Al-Mawardi menyatakan bahwa pendapat ini adalah salah satu pendapat madzab Syafi’i.

Pendapat Kedua :

Apabila suatu negeri melihat hilal, maka seluruh negeri harus mengikutinya. Pendapat ini masyhur dari kalangan madzhab Malikiyah. Tetapi Ibnu Abdil Barr mengatakan bahwa ijma’ telah menyelisihinya. Beliau mengatakan bahwa para ulama sepakat bahwa ru’yah tidak sama pada negara yang berjauhan seperti antara Khurasan (negara di Rusia) dan Andalus (negeri Spanyol).

Al-Qurthubi berkata bahwa para syaikh mereka telah menyatakan bahwa apabila hilal tampak terang disuatu tempat kemudian diberitakan kepada yang lain dengan persaksian dua orang, maka hal itu mengharuskan mereka semua berpuasa…

Sebagian pengikut madzhab Syafi’i berpendapat bahwa apabila negeri-negeri berdekatan, maka hukumnya satu dan jika berjauhan ada dua :

1. Tidak wajib mengikuti, menurut kebanyakan mereka

2. Wajib mengikuti. Hal ini dipilih oleh Abu Thayib dan sekelompok ulama. Hal ini dikisahkan oleh Al-Baghawi dari Syafi’i.

Sedangkan dalam menentukan jarak (jauh) ada beberapa pendapat :

1. Dengan perbedaan mathla’. Ini ditegaskan oleh ulama Iraq dan dibenarkan oleh An-Nawawi dalam Ar-Raudlah dan Syarhul Muhadzab.

2. Dengan jarak mengqashar shalat. Hal ini ditegaskan Imam Al-Baghawi dan dibenarkan oleh Ar-Rafi’i dalam Ash-Shaghir dan An-Nawawi dalam Syarhul Muslim.

3. Dengan perbedaan iklim.

4. Pendapat As-Sarkhasi : “Keharusan ru’yah bagi setiap negeri yang tidak samar atas mereka hilal.

5. Pendapat Ibnul Majisyun : “Tidak harus berpuasa karena persaksian orang lain…” berdalil dengan wajibnya puasa dan beriedul fithri bagi orang yang melihat hilal sendiri walaupun orang lain tidak berpuasa dengan beritanya.

Imam Syaukani menambahkan : “Tidak harus sama jika berbeda dua arah, yakni tinggi dan rendah yang menyebabkan salah satunya mudah melihat hilal dan yang lain sulit atau bagi setiap negeri mempunyai iklim. Hal ini diceritakan oleh Al-Mahdi dalam Al-Bahr dari Imam Yahya dan Hadawiyah.”

Hujjah ucapan-ucapan diatas adalah hadits Kuraib dan segi pengambilan dalil adalah perbuatan Ibnu Abbas bahwa beliau tidak beramal (berpuasa) dengan ru’yah penduduk Syam dan beliau berkata pada akhir hadits : “Demikian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyuruh kami.” Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma menghapal dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa penduduk suatu negeri tidak harus beramal dengan ru’yah negeri lain. Demikian pendalilan mereka.

Adapun menurut jumhur ulama adalah tidak adanya perbedaan mathla’ (tempat munculnya hilal). Oleh karena itu kapan saja penduduk suatu negeri melihat hilal, maka wajib atas seluruh negeri berpuasa karena sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ,”Puasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya.” Ucapan ini umum mencakup seluruh ummat manusia. Jadi siapa saja dari mereka melihat hilal dimanapun tempatnya, maka ru’yah itu berlaku bagi mereka semuanya.” (Fiqhus Sunah 1/368)

As-Shan’ani rahimahullah berkata, “Makna dari ucapan “karena melihatnya” yaitu apabila ru’yah didapati diantara kalian. Hal ini menunjukkan bahwa ru’yah pada suatu negeri adalah ru’yah bagi semua penduduk negeri dan hukumnya wajib.” (Subulus Salam 2/310)

Imam As-Syaukani membantah pendapat-pendapat yang menyatakan bahwasanya ru’yah hilal berkaitan dengan jarak, iklim dan negeri dalam kitabnya Nailul Authar 4/195.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa berkata : “Orang-orang yang menyatakan bahwa ru’yah tidak digunakan bagi semuanya (negeri-negeri) seperti kebanyakan pengikut-pengikut madzhab Syafi’i, diantaranya mereka ada yang membatasi dengan jarak qashar shalat, ada yang membatasi dengan perbedaan mathla’ seperti Hijaz dengan Syam, Iraq dengan Khurasan, kedua-duanya lemah (dha’if) karena jarak qashar shalat tidak berkaitan dengan hilal….
Apabila seseorang menyaksikan pada malam ke 30 bulan Sya’ban di suatu tempat, dekat maupun jauh, maka wajib puasa. Demikian juga kalau menyaksikan hilal pada waktu siang menjelang maghrib maka harus imsak (berpuasa) untuk waktu yang tersisa, sama saja baik satu iklim atau banyak iklim.” (Majmu’ Fatawa Juz 25 hal 104-105)

Shidiq Hasan Khan berkata : “Apabila penduduk suatu negeri melihat hilal, maka seluruh negeri harus mengikutinya. Hal itu dari segi pengambilan dalil hadits-hadits yang jelas mengenai puasa, yaitu “karena melihat hilal dan berbuka karena hilal” (Hadits Abu Hurairah dan lain-lain). Hadits-hadits tersebut berlaku untuk semua ummat, maka barangsiapa diantara mereka melihat hilal dimana saja tempatnya, jadilah ru’yah itu untuk semuanya …” (Ar-Raudhah An-Nadiyah 1/146).

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah dalam mengomentari ucapan Sayyid Sabiq yang mendukung pendapat yang mewajibkan ru’yah bagi setiap penduduk suatu negeri dan penentuan jarak dan tanda-tandanya mengatakan : “… Saya –demi Allah- tidak mengetahui apa yang menghalangi Sayyid Sabiq sehingga dia memilih pendapat yang syadz (ganjil) ini dan enggan mengambil keumuman hadits yang shahih dan merupakan pendapat jumhur ulama sebagaimana yang dia sebutkan sendiri. Pendapat ini juga telah dipilih oleh banyak kalangan ulama muhaqiqin seperti Ibnu Taimiyyah, di dalam Al-Fatawa jilid 25, As-Syaukani dalam Nailul Authar, Shidiq Hasan Khan di dalam Ar-Raudhah An-Nadiyah 1/224-225 dan selain mereka. Dan inilah yang benar. Pendapat ini tidak bertentangan dengan hadits Ibnu Abbas (hadits Kuraib) karena beberapa perkara yang disebutkan As-Syaukani rahimahullah. Kemungkinan yang lebih kuat untuk dikatakan adalah bahwa hadits Ibnu Abbas tertuju bagi orang yang berpuasa berdasarkan ru’yah negerinya, kemudian sampai berita kepadanya pada pertengahan Ramadhan bahwa di negeri lain melihat hilal satu hari sebelumnya. Pada keadaan semacam ini beliau (Ibnu Abbas) meneruskan puasanya bersama penduduk negerinya sampai sempurna 30 hari atau melihat hilal. Dengan demikian hilanglah kesulitan (pengkompromian dua hadits) tersebut sedangkan hadits Abu Harairah dan lain-lain tetap pada keumumannya, mencakup setiap orang yang sampai kepadanya ru’yah hilal dari negeri mana saja tanpa adanya batasan jarak sama sekali, sebagaimana yang ditegaskan oleh Ibnu Taimiyah di dalam Al-Fatawa 75/104 …(Tamamul Minnah, hal. 397)

3. Bolehkah Ber -Iedul Fithri Sendiri Menyelisihi Kaum Muslimin ?

Sekarang timbul permasalahan yaitu seseorang yang melihat ru’yah sendirian secara jelas, apakah dia harus beriedul fithri dan berpuasa sendiri atau bersama manusia ?

Dalam permasalahan ini ada tiga pendapat, sebagaimana yang dirinci oleh Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa 25/114 :

Pendapat Pertama :

Wajib atasnya berpuasa dan ber’iedul fithri secara sembunyi-sembunyi. Inilah madzhab Syafi’i.

Pendapat Kedua :

Dia harus berpuasa tetapi tidak ber’iedul fithri kecuali ketika bersama manusia. Pendapat ini masyhur dari madzhab Maliki dan Hanafi.

Pendapat Ketiga :

Dia berpuasa dan ber’iedul fithri bersama manusia. Inilah pendapat yang paling jelas karena sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (artinya) : “Puasa kalian adalah hari kalian berpuasa dan berbuka kalian (Iedul Fithri) adalah hari kalian berbuka (tidak berpuasa) dan Adha kalian adalah hari kalian berkurban. (HR. Tirmidzi 2/37 dan beliau berkata “hadits gharib hasan”. Syaikh Al-Albani berkata : “Sanadnya jayyid dan rawi-rawinya semuanya tsiqah. Lihat Silsilah Al-Hadits As-Shahihah 1/440)

Demikian keterangan Syaikhul Islam.

Bertolak dari hadits Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu diatas, para ulama pun berkomentar. Di antaranya Imam At-Tirmidzi berkata setelah membawakan hadits ini : “Sebagian ahlu ilmi (ulama) mentafsirkan hadits ini bahwa puasa dan Iedul Fithri bersama mayoritas manusia.”

Imam As-Shan’ani berkata : “Dalam hadits itu terdapat dalil bahwa hari Ied ditetapkan bersama manusia. Orang yang mengetahui hari Ied dengan ru’yah sendirian wajib baginya untuk mencocoki lainnya dan mengharuskan dia untuk mengikuti mereka didalam shalat Iedul Fithri dan Iedul Adha.” (Subulus Salam 2/72)

Ibnul Qayyim berkata : “Dikatakan bahwa di dalam hadits itu terdapat bantahan terhadap orang yang mengatakan bahwa barangsiapa mengetahui terbitnya bulan dengan perkiraan hisab, boleh baginya untuk berpuasa dan berbuka, berbeda dengan orang yang tidak tahu. Juga dikatakan (makna yang terkandung dalam hadits itu) bahwa saksi satu orang apabila melihat hilal sedangkan hakim tidak menerima persaksiannya, maka dia tidak boleh berpuasa sebagaimana manusia tidak berpuasa.” (Tahdzibus Sunan 3/214)

Abul Hasan As-Sindi setelah menyebutkan hadits Abu Hurairah pada riwayat Tirmidzi, berkata dakam Shahih Ibnu Majah : “Yang jelas maknanya adalah bahwa perkara-perkara ini bukan untuk perorangan, tidak boleh bersendirian dalam hal itu. Perkaranya tetap diserahkan kepada imam dan jamaah. Atas dasar ini, jika seseorang melihat hilal sedangkan imam menolak persaksiannya, maka seharusnya tidak diakui dan wajib atasnya untuk mengikuti jamaah pada yang demikian itu.”

Syaikh Al-Albani menegaskan : “Makna inilah yang terambil dari hadits tersebut. Diperkuat makna ini dengan hujjah Aisyah terhadap Masruq melarang puasa pada hari Arafah karena khawatir pada saat itu hari nahr (10 Dzulhijah). Aisyah menerangkan kepadanya bahwa pendapatnya tidak dianggap dan wajib atasnya untuk mengikuti jama’ah. Aisyah berkata : “Nahr adalah hari manusia menyembelih kurban dan Iedul Fithri adalah hari manusia berbuka.” (Silsilah Al-Hadits As-Shahihah 1/443-444)

Akan tetapi jika seseorang tinggal disuatu tempat yang tidak ada orang kecuali dia, apabila ia melihat hilal, maka wajib berpuasa karena dia sendirian di sana. Sebagaimana perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ fatawa 25/117.

Terkadang seorang Imam meremehkan ketika disampaikan penetapan hilal dengan menolak persaksian orang yang adil, bisa jadi karena tidak mau membahas tentang keadilannya atau karena politik dan sebaginya dari alasan-alasan yang tidak syar’i, maka bagaimana hukumnya ?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam hal ini mengatakan : “Apa yang sudah menjadi ketetapan sebuah hukum tidak berbeda keadaannya pada orang yang diikuti dalam ru’yah hilal. Sama saja dia seorang mujtahid yang benar atau salah, atau melampaui batas. Tentang masalah apabila hilal tidak tampak dan tidak diumumkan padahal manusia sangat bersemangat mencarinya telah tersebut dalam As-Shahihah bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang para imam : Mereka (para imam) shalat bersama kalian, jika mereka benar maka pahala bagi kalian dan mereka, dan jika salah maka pahala bagi kalian dan dosa atas mereka.” Maka kesalahan dan pelampauan batas adalah atas mereka bukan atas kaum muslimin yang tidak salah dan tidak melampaui batas.” (Majmu’ Fatawa, 25/206)

Jika timbul pertanyaan bagaimana hukum puasa pada hari mendung, pada saat hilal terhalang oleh awan sedangkan pada waktu itu malam yang ke 30 dari bulan Sya’ban ?

Dalam permasalahan ini, Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam menerangkan dalam kitab beliau Taudlihul Ahkam 1/139 sebagai berikut :

“Pendapat yang masyhur dalam madzhab Imam Ahmad adalah wajib puasa pada waktu itu. Pengikut-pengikut beliau membela madzhabnya dan membantah hujjah orang yang menyelisihinya. Pendapat ini berdalil dengan hadits Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma yang ada dalam Shahihain bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Apabila kalian melihat hilal (Ramadhan), maka puasalah dan apabila melihatnya (hilal Syawal) maka berbukalah. Jika mendung atas kalian maka kira-kirakanlah.” Dengan persempit bulan Sya’ban menjadi 29 hari.

Sedangkan Imam Malik, Syafi’I dan Hanafi berpendapat bahwa tidak disyari’atkannya puasa pada waktu itu, karena pada waktu itu adalah waktu keraguan yang dilarang puasa padanya. Mereka berdalil dengan hadits Ammar yang diriwayatkan oleh Ashabus Sunan : “Barang siapa berpuasa pada hari yang diragukan, maka dia sungguh telah bermaksiat kepada Abul Qasim Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam .” Pendapat inilah pendapat Imam Ahmad yang sebenarnya.

Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughni bahwa riwayat dari Imam Ahmad menyatakan bahwa pada waktu itu puasa tidak wajib dan jika dia puasa, maka tidak dianggap puasa Ramadhan. Inilah pendapat kebanyakan ahlul ilmi (ulama).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan : “Tidak berpuasa (pada saat itu) adalah madzhab Imam Ahmad. Imam Ahmad juga mengatakan bahwa berpuasa pada hari yang diragukan adalah mendahului Ramadhan dengan puasa satu hari. Sungguh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah melarang hal itu. Yang masih diragukan adalah tentang wajibnya berpuasa pada hari itu, padahal tidak wajib dilakukan bahkan yang disunnahkan adalah meninggalkannya …. Kalau dikatakan boleh dua perkara, maka sunnah untuk berbuka itu lebih utama.”

Beliau (Ibnu Taimiyyah) berkata dalam Al-Furu : “Aku tidak mendapatkan dari Ahmad bahwa beliau menegaskan wajibnya dan memerintahkannya, maka janganlah (pendapat diatas) dinisbatkan kepadanya.”

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan murid-murid beliau memilih larangan berpuasa (pada waktu itu).

Syaikh Muhammad bin Hasan berkata : “Tidak diragukan lagi bahwa para peneliti dari kalangan madzhab Hambali dan selainnya berpendapat tentang tidak wajibnya berpuasa bahkan dimakruhkan atau diharamkan.”

Syaikh Abdul Lathief bin Ibrahim barkata bahwa orang yang melarang puasa (pada waktu diatas) mempunyai hujah hadits-hadits, diantaranya hadits Ammar : “Tidak boleh puasa pada waktu ragu.” At-Tirmidzi mengatakan bahwa berdasarkan hadits ini para ulama dari kalangan shahabat dan tabi’in beramal.”

Demikian penjelasan Syaikh Ali Bassam.

Dari keterangan diatas menunjukkan bahwa malam ke-30 dari bulan Sya’ban apabila tidak terlihat hilal karena terhalang oleh awan dan selainnya adalah waktu yang diragukan padanya puasa. Oleh karena itu Imam As-Shan’ani menegaskan : “Ketahuilah bahwa hari yang diragukan adalah hari ke 30 dari bulan Sya’ban apabila tidak terlihat hilal pada malam itu, karena ada awan yang menghalangi atau selainnya. Bisa jadi saat itu bulan Ramadhan atau Sya’ban. Dan makna hadits Ammar dan selainnya menunjukkan atas haramnya puasa (pada saat itu).” (Subulus Salam 2/308)

Kalau sudah jelas bahwa hari yang diragukan, maka tidak sepantasnya bagi seorang muslim untuk berpuasa sebelum Ramadhan satu atau dua hari dengan alasan ihtiyath (berhati-hati) kecuali kalau hari itu bertepatan dengan hari puasa (yang biasa ia lakukan).

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Qasim Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Janganlah kalian dahului Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari, kecuali orang yang biasa berpuasa (bertepatan pada hari itu), maka puasalah.” (HR. Muslim)

Shilah bin Zufar dari Amar berkata : “Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan, maka sungguh dia telah bermaksiat kepada Abul Qasim Qasim Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (Lihat Shifatus Shaum Nabi Qasim Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam karya Syaikh Ali Hasan dan Syaikh Salim Al-Hilali hal.28).

4. Hukum Hilal Yang Diketahui Pada Akhir Siang

Dari Umair bin Anas bin Malik dari pamannya dari kalangan shahabat bahwasanya ada sekelompok pengendara datang. Mereka mempersaksikan bahwa telah melihat hilal kemarin. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan mereka untuk berbuka (Iedul Fithri) dan pergi pagi-pagi ke tanah lapang keesokan harinya. (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Sunan Tirmidzi 1/214, hadits ke 1026).

Hadits ini sebagai dalil bagi orang yang berkata bahwasanya sahalat Ied boleh dilakukan pada hari kedua, apabila tidak jelas waktu Ied kecuali setelah keluar waktu shalatnya. Pendapat ini adalah pendapat Al-Auza’I, At-Tsauri, Ahmad, Ishaq, Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad, Syafi’I, dll… Dhahir hadits diatas menunjukkan bahwa shalat pada hari yang kedua itu adalah penunaian bukan qadla.” Demikian keterangan Imam Asy-Syaukani dalam Nailul Authar 3/310.

Imam As-Shan’ani menyatakan : “hadits diatas sebagai dalil bahwa shalat Ied dilaksanakan hari kedua tatkala waktu Ied diketahui dengan jelas sesuadah keluar (habis) waktu shalat.” (Subulus Salam 2/133)

Demikian keterangan para ulama tentang masalah diatas yang menunjukkan bolehnya shalat Iedul Fithri pada hari kedua. Semoga tulisan yang diambil dari kitab-kitab para ulama ini bermanfaat bagi kita. Kesempurnaan itu hanya mutlak milik Allah Ta’ala sedangkan makhluk tempat khilaf dan kekurangan. Wallahu A’lam bis Shawab.

Catatan :

Khusus hilal Iedhul Adha sedikit berbeda, mengingat hari Ied baru tanggal 10 bulan Dzulhijjah, maka tinggal dihitung sepuluh hari mendatang setelah hilal nampak.

Read more

Streaming Pengamatan Hilal 1 Ramadhan & 1 Syawal 1432H

0

Apa Itu Hilal?

Hilal merupakan awal masuknya bulan baru pada kalender Hijriah. Banyak kegiatan penting ke-Islam-an mengambil dasar posisi Bulan di langit, seperti Tahun Baru Hijriah, awal shaum Ramadhan, dan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Dengan demikian dipandang penting untuk menyebarluaskan informasi awal bulan baru yang ditandai oleh penampakan hilal.

Tayang Langsung

Tayang-langsung ini tidak dimaksudkan untuk menjamin bahwa hilal dapat dilihat. Demikian halnya, tidak digunakan untuk menilai apakah peralatan pendukung memiliki kemampuan atau tidak untuk melihat hilal yang rendah ketinggiannya dari ufuk. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penampakan hilal. Salah satunya adalah keadaan cuaca pada arah pandang ke Bulan/hilal. Kondisi cuaca berperan penting pada kualitas hasil penampakan hilal.

Proses tayang-langsung ini dilakukan dengan sebenarnya seperti apa yang tampak di langit. Hal ini multak dilakukan guna menjamin tersampaikannya informasi hilal secara utuh kepada masyarakat.

Melalui tayang-langsung ini diharapkan akan terjadi peningkatan apresiasi masyarakat seputar hilal melalui penyebarluasan informasi. Masyarakat dapat ikut serta mengikuti, memahami, dan menyikapi informasi seputar hilal melalui berbagai media yang tersedia.

Streaming Hilal

Untuk memberikan informasi hilal astronomi secara lebih luas dan terbuka kepada masyarakat, Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk., dan Observatorium Bosscha – FMIPA, Institut Teknologi Bandung menyediakan layanan tayangan langsung hilal astronomi melalui halaman web ini. Pelaksanaan pengamatan hilal tahun ini didukung juga oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Kementerian Agama, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Rukyatul Hilal Indonesia, Universitas Mataram, Universitas Hasanuddin, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Lampung dan LAPAN. Melalui tayangan langsung ini diharapkan agar masyarakat luas berkesempatan untuk dapat ikut menyaksikan hilal dan memahami fenomena alam yang terkait.

Informasi hilal astronomi yang disampaikan ini kiranya dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan yang diperlukan bagi pengambilan keputusan oleh Badan/Institusi yang berwenang secara kenegaraan. Hal ini sangat penting karena menyangkut hajat umat Islam baik secara nasional maupun regional.

Kegiatan Pengamatan Hilal

Kegiatan ini memberikan informasi Hilal tahun 2011, berupa Relay Video Streaming Hilal Ramadhan dan Syawal dari Website Kementerian Komunikasi dan Informatika RI yang diterima dari beberapa titik lokasi pengamatan di Indonesia:

    1. Lhoknga, Aceh
    2. Medan, Sumut
    3. UIN Suska, Riau
    4. Lampung
    5. UPI Bandung
    6. Pameungpeuk
    7. Bkt Bela Belu, DIY
    8. Bangkalan, Jatim
    9. Pelabuhan Ratu
   10. Mataram, NTB
   11. Kupang, NTT
   12. Pontianak, Kalbar
   13. Makassar, Sulsel
   14. Biak, Papua

Hasil pengamatan dari 14 tempat daerah menyimpulkan hilal belum terlihat pada tanggal 29 Agustus 2011,,
hasil pengamatan di setiap daerah bisa dilihat dengan cara mengklik nama daerah ,,,

brosur bisa di download disini 

sumber : http://hilal.kominfo.go.id/

Read more


ShoutMix chat widget



.

 
Design by ThemeShift | Bloggerized by Lasantha - Free Blogger Templates | Best Web Hosting
online gambling insider.ca